Modal kreatif bisnis mainan edukatif
Oleh: Noverius Laoli, Revi Yohana, Fahriyadi
Rabu, 29 Agustus 2012 18:48 WIB
Sebagai salah satu mainan edukatif, mainan berupa kuda-kudaan atau rocking toys berkarakter binatang termasuk jenis mainan yang paling diminati. Mainan ini diklaim dapat merangsang daya pikir anak tentang binatang. Omzet usaha ini ratusan juta rupiah per bulan.Lantaran dapat merangsang daya pikir anak, produk-produk mainan edukatif kini semakin diminati para orangtua. Tak heran, bila peluang pasar mainan ini kian menjanjikan. Pada tahun 2011, misalnya, omzet industri mainan edukatif mencapai Rp 44,21 miliar. Jumlah tersebut meningkat 30% dibandingkan nilai penjualan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 34,43 miliar.Di tengah pesatnya pertumbuhan pasar itu, produsen mainan kini semakin getol berinovasi. Berbagai bentuk mainan unik dan kreatif diciptakan. Salah satu jenis mainan yang sedang menjadi tren adalah kuda-kudaan (rocking toys) berkarakter binatang. Salah satu produsen mainan ini adalah Lingkan Pantow (59), pemilik usaha Rocking Animals Jilsi Toys yang bermarkas di Lebak Bulus, Jakarta Selatan. Ia sudah memulai usaha ini sejak tahun 2001 lalu.
Menurutnya, produsen mainan edukatif harus bisa menyelami imajinasi anak. Melalui permainan edukatif, imajinasi anak dapat terbangun sehingga dapat merangsang daya pikirnya.Apalagi, saat ini orangtua semakin jeli memilih mainan anak mereka. Banyak orangtua kini cenderung memilih mainan yang mengandung edukasi bagi anak mereka. "Untuk membuat mainan edukatif itu dibutuhkan modal kreativitas," katanya.Di segmen pasar mainan edukatif ini, ia fokus membuat mainan rocking toys. Mainan ini dibuat dalam bentuk boneka dengan menggunakan karakter binatang, seperti kuda, gajah, jerapah, siput, anjing, dan kura-kura. Boneka rocking toys tersebut dibanderol mulai Rp 400.000 hingga Rp 480.000 per buah. Dalam sebulan, Lingkan bisa menjual hingga 400 rocking toys, dengan omzet sekitar Rp 100 juta. Adapun laba bersihnya sekitar 20%-30% dari omzet. Lingkan mengklaim, produk mainan buatannya dapat melatih imajinasi anak. Sembari bermain dengan boneka, si anak bisa mengembangkan imajinasinya tentang binatang. "Saya membuat karakter binatang itu tidak sama persis dengan aslinya, sehingga anak bisa mengembangkan imajinasinya tentang binatang tersebut," ujarnya. Boneka binatang buatannya memang agak abstrak. Contohnya, boneka kuda yang dibuat tidak persis sama dengan kuda yang ada di dunia nyata. Tapi olehnya dibuat agak samar, baik dari segi warna, corak, dan bentuk.Untuk mendukung kelancaran usahanya, Lingkan kini dibantu sekitar 8 karyawan. Mereka dilatih untuk membuat mainan ini dengan mengedepankan kreativitas dan keunikan. Menurut Lingkan, tidak semua orang bisa bertahan menekuni bisnis mainan ini. "Karena dibutuhkan kreativitas tinggi setiap membuat suatu mainan," ujarnya. Ia mengklaim, sebagai satu-satunya pemain rocking toys yang bertahan paling lama. Pemain lain di bisnis ini adalah Anang Sujana, pemilik CV Hayashi Toys di Bekasi, Jawa Barat. Ia menilai, bisnis rocking toys masih menjanjikan. Menurutnya, tidak ada musim ramai untuk jenis mainan ini karena permintaannya mengalir terus. "Rata-rata anak-anak menyukai rocking toys," ujarnya.Hayashi sendiri sudah berdiri sejak tahun 1998. Tapi, produksi rocking toys baru ditekuni empat tahun terakhir. Sebelumnya perusahaan ini hanya memproduksi boneka biasa. Saat ini, Hayashi dapat memproduksi 20 hingga 60 rocking toys per hari. Namun, jika permintaan sedang tinggi, perusahaan ini sanggup memproduksi hingga 100 rocking toys per hari. Untuk memproduksi rocking toys, Anang mempekerjakan delapan pegawai. Anang memiliki dua tipe rocking toys. Yakni, rocking toys goyang dan rocking toys dorong untuk anak usia balita. Seluruh rocking toys yang dibuat Hayashi memiliki bahan dan bentuk seperti boneka, namun ditambah kerangka duduk dan kayu di bagian bawahnya. Rocking toys tersebut dijual mulai Rp 100.000-Rp 300.000. Dalam sehari, omzet Hasyhi dari usaha ini minimal Rp 4 juta per hari, atau Rp 120 juta per bulan. Saat ini, Hasyahi telah memiliki sekitar 63 gerai waralaba di berbagai kota di Indonesia.